Sabtu, 17 Maret 2012

Bagaimana Kepribadian Seseorang Dapat Berkembang Menurut Beberapa Ahli

Teori Psikoanalisis menurut Erickson

Erickson memberi jiwa baru ke dalam Teori Psikoanalisis, dengan memberi perhatian yang lebih besar kepada Ego daripada Id dan Superego. Dia masih menghargai Teori Freud, namun mengembangkan ide-ide khususnya dalam hubungannya dengan tahap perkembangan dan peran sosial terhadap pembentuk Ego. Ego berkembang melalui respon terhadap kekuatan dalam dan kekuatan lingkungan sosial. Ego bersifat adaptif dan kreatif, berjuang aktif (otonomi) membantu diri menangani dunianya. Erickson masih mengakui adanya kualitas dan inisiatif sebagai bentuk dasar pada tahap awal, namun hal itu hanya bisa berkembang dan matang melalui pengalaman sosial dan lingkungan. Dia juga mengakui sifat rentan Ego, defense yang irasional, efek trauma-anxiety-guilt yang langgeng, dan dampak lingkungan yang membatasi dan tidak peduli terhadap individu. Namun menurutnya Ego memiliki sifat Adaptif, Kreatif, dan Otonom (adaptable, creative, dan autonomy). Dia memandang lingkungan bukan semata-mata menghambat dan menghukum (Freud), tetapi juga mendorong dan membentu individu. Ego menjadi mampu-terkadang dengan sedikit bantuan dari terapis-menangani masalah secara efektif.

Perkembangan kepribadian dalam teori psikoanalisis Erickson


1. Trust VS Mistrust (0-1/1,5 tahun).
 Perkembangan basic trust, essensial. Dalam derajat tertentu diperlukan juga perkembangan ketidakpercayaan (mistrust) untuk mendeteksi suatu bahaya atau suatu yang tidak menyenangkan & membedakan orang-orang yang dapat dipercaya / tidak.


2. Otonomi VS Rasa Malu dan Ragu ( early chilhood : 1/1,5-3 tahun).
 Mulai mengembangkan kemandirian. Bisa timbul kegelisahan, ketakutan dan kehilangan rasa pencaya diri apabila suatu kegagalan terjadi.


3. Inisiatif VS Rasa Bersalah (late chilhood:3-6th).
 Komponen positif adalah berkembangnya inisiatif. Modalitas dasar psikososialnya : “membuat”, “ campur tangan”, “mengambil inisiatif” , membentuk”, melaksanakan pencapaian tujuan dan berkompetisi”


4. Industri VS Inferiority ( usia sekolah:6-12 tahun).
 Dimulai industrial age. Pengalaman berhasil memberikan rasa produktif, menguasai dan kompetitif. Kegagalan menimbulkan perasaan tidak adekuat & inferioritas merasa diri tidak tidak berguna.





5. Identitas dan Penolakan VS difusi Identitas ( masa remaja: 12-20 tahun).
 Tahap perkembangan sebelumnya memberi kontribusi yang berarti pada pembentukkan Identitas dapat terjadi krisis identitas. Fungsi dasar remaja : mengintegrasikan berbagai identifikasi yang mereka dapat pada masa kanak-kanak untuk melengkapi proses pencarian identitas.


6. Intimasi dan Solidaritas VS Isolasi (Early adulthood : 20-35 th).

Perkembangan identitas mendasari perkembangan keakraban indvidu dengan orang lain. Kemampuan mengembangkan hubungan dengan sejenis/lawan jenis. Salah satu aspek keintiman adalah solidaritas. Jika keintiman gagal dicapai, individu cenderung menutup diri.


7. Generativitas VS Stagnasi/ mandeg ( middle adulthood : 35-65 th ).
Generativitas bertitik tolak pada ‘ pentingnya dan pengarahan generasi berikutnya’. Penting menumbuhkan upaya-upaya kreatif dan produktif . Bila generativitas gagal, terjadi stagnasi.


8. Integritas VS Keputusasaan (later years: diatas 65 th).
Secara ideal telah mencapai integritas Integritas : menerima keterbatasan hidup, merasa menjadi bagian dari generasi sebelumnya, memiliki rasa kearifan sesuai bertambahnya usia, merupakan integrasi akhir dari tahap-tahap sebelumnya. Bila integritas gagal : timbul keputusasaan, penyesalan terhadap apa yang telah dan belum dilakukannya, ketakutan dalam menghadapi kematian.

Teori Psikoanalisis menurut Sigmund Freud

Teori psikologi yang paling banyak diacu dalam pendekatan psikologi atau yang paling dominan dalam analisis karya sastra adalah teori Psikoanalisis Sigmund Freud. Menurut Freud, psikoanalisis ialah sebuah metode perawatan medis bagi orang-orang yang menderita gangguan syaraf. Psikoanalisis merupakan suatu jenis terapi yang bertujuan untuk mengobati seseorang yang mengalami penyimpangan mental dan saraf.

 Lebih lanjut lagi, menurut Fudyartanta psikoanalisis merupakan psikologi ketidak-sadaran, perhatian-perhatiannya tertuju ke arah bidang-bidang motivasi, emosi, konflik, simpton-simpton neurotik, mimpi-mimpi, dan sifat-sifat karakter. Psikoanalisis dikembangkan oleh Sigmund Freud ketika ia menangani neurosis dan masalah mental lainnya.


Menurut Corey, sumbangan-sumbangan utama yang bersejarah dari teori dan praktek psikoanalitik mencakup:
 (1) Kehidupan mental individu menjadi bisa dipahami, dan pemahaman terhadap sifat manusia bisa diterapkan pada peredaan penderitaan manusia.
 (2) Tingkah laku diketahui sering ditentukan oleh faktor-faktor tak sadar.
 (3) Perkembangan pada masa dini kanak-kanak memiliki pengaruh yang kuat terhadap kepribadian di masa dewasa.
 (4) Teori psikoanalitik menyediakan kerangka kerja yang berharga untuk memahami cara-cara yang digunakan oleh individu dalam mengatasi kecemasan dengan mengandaikan adanya mekanisme-mekanisme yang bekerja untuk menghindari luapan kecemasan.
 (5) Pendekatan psikoanalitik telah memberikan cara-cara mencari keterangan dari ketaksadaran melalui analisis atas mimpi-mimpi, resistensi-resistensi, dan transferensi-transferensi
 Dalam teori psikoanalisis yang dipakainya, kepribadian dipandang sebagai suatu struktur yang terdiri dari tiga unsur dan sistem, yakni Id (Das Es), Ego (Das Ich), dan Superego (Das Uber Ich). Ketiga sistem kepribadian ini satu sama lain saling berkaitan serta membentuk totalitas dan tingkah laku manusia yang tak lain merupakan produk interaksi ketiganya. Id adalah komponen biologis, ego adalah komponen psikologis, sedangkan superego merupakan komponen sosial.


Berikut akan dijelaskan lebih lanjut mengenai ketiga sistem kepribadian menurut teori psikoanalisis Sigmund Freud:

1. Id
            Id adalah sistem kepribadian yang asli atau sistem kepribadian yang paling dasar, sistem yang di dalamnya terdapat naluri bawaan. Adapun menurut Palmquist, id ialah bagian bawah sadar psikis yang berusaha memenuhi dorongan naluriah dasar. Lebih lanjut lagi menurut Corey, id merupakan tempat bersemayam naluri-naluri. Id kurang terorganisasi, buta, menuntut, mendesak, dan bersifat tidak sadar. Id hanya timbul oleh kesenangan tanpa disadari oleh nilai, etika, dan akhlak. Dengan beroperasi pada prinsip kesenangan ini, id merupakan sumber semua energi psikis, yakni libido, dan pada dasarnya bersifat seksual.
 Id adalah aspek biologis dan merupakan sistem original dalam kepribadian dan dari aspek ini kedua aspek lain tumbuh. Id hanya memburu hawa nafsunya saja tanpa menilai hal tersebut baik atau buruk. Ia merupakan bagian ketidaksadaran yang primitif di dalam pikiran, yang terlahir bersama individu.
 Id bekerja sejalan dengan prinsip-prinsip kenikmatan, yang bisa dipahami sebagai dorongan untuk selalu memenuhi kebutuhan dengan serta merta. Fungsi satu-satunya id adalah untuk mengusahakan segera tersalurnya kumpulan-kumpulan energi atau ketegangan yang dicurahkan dalam jasadnya oleh rangsangan-rangsangan, baik dari dalam maupun dari luar. Ia bertugas menerjemahkan kebutuhan satu organisme menjadi daya-daya motivasional, yang dengan kata lain disebut dengan insting atau nafsu. Freud juga menyebutnya dengan kebutuhan. Penerjemahan dari kebutuhan menjadi keinginan ini disebut dengan proses primer.
2. Ego
Ego berbeda dengan Id. Ego ialah sistem kepribadian yang bertindak sebagai pengarah individu kepada objek dari kenyataan, dan menjalankan fungsinya berdasarkan prinsip kenyataan. Adapun menurut Ahmadi, ego tampak sebagai pikiran dan pertimbangan. Ego bertindak sebagai lawan dari Id. Ego timbul karena adanya kebutuhan-kebutuhan organisme memerlukan transaksi-transaksi yang sesuai dengan dunia kenyataan.
 Ego memiliki kontak dengan dunia eksternal dari kenyataan. Ego adalah eksekutif dari kepribadian yang memerintah, mengendalikan, dan mengatur. Ego merupakan tempat berasalnya kesadaran, biarpun tak semua fungsinya bisa dibawa keluar dengan sadar.
 Ego merupakan aspek psikologis yang timbul karena kebutuhan organisme untuk berhubungan secara baik dengan dunia kenyataan. Ego dapat membedakan sesuatu yang hanya ada di dalam dunia batin dan sesuatu yang ada di dunia luar. Peran utama ego adalah menjadi jembatan antara kebutuhan insting dengan keadaan lingkungan, demi kepentingan adanya organisme.
 Menurut Bertens tugas ego adalah untuk mempertahankan kepribadiannya sendiri dan menjamin penyesuaian dengan alam sekitar. Ego juga mengontrol apa yang mau masuk kesadaran dan apa yang akan dikerjakannya. Ego menghubungkan organisme dengan realitas dunia melalui alam sadar yang dia tempati, dan dia mencari objek-objek untuk memuaskan keinginan dan nafsu yang dimunculkan id untuk merepresentasikan apa yang dibutuhkan organisme. Proses penyelesaian ini disebut dengan proses sekunder.

3. Superego
            Superego ialah sistem kepribadian yang berisikan nilai-nilai dan aturan-aturan yang sifatnya evaluatif. Ia bertindak sebagai pengarah atau hakim bagi egonya. Menurut Kartono Superego adalah zat yang paling tinggi pada diri manusia, yang memberikan garis-garis pengarahan ethis dan norma-norma yang harus dianut. Superego lebih merupakan kesempurnaan daripada kesenangan, karena itu dapat dianggap sebagai aspek moral kepribadian.
 Adapun superego menurut Palmquist, adalah bagian dari jiwa manusia yang dihasilkan dalam menanggapi pengaruh orangtua, guru, dan figur-figur otoritas lainnya pada masa anak-anak. Inilah gudang psiki bagi semua pandangan tentang yang benar dan yang salah.
            Superego adalah cabang moral atau hukum dari kepribadian. Superego merepresentasikan hal yang ideal, dan mendorongnya bukan kepada kesenangan, melainkan kepada kesempurnaan. Superego berkaitan dengan imbalan-imbalan dan hukuman-hukuman. Imbalan-imbalannya adalah perasaan-perasaan bangga dan mencintai diri, sedangkan hukuman-hukumannya adalah perasaan-perasaan berdosa dan rendah diri.



                  Lebih lanjut lagi, Menurut Hall dan Gardner Fungsi utama dari superego antara lain :
(1) sebagai pengendali dorongan-dorongan atau impuls-impuls naluri id agar impuls-impuls tersebut disalurkan dalam cara atau bentuk yang dapat diterima oleh masyarakat;
(2) mengarahkan ego pada tujuan-tujuan yang sesuai dengan moral ketimbang dengan kenyataan; dan
(3) mendorong individu kepada kesempurnaan. Superego senantiasa memaksa ego untuk menekan hasrat-hasrat yang berbeda ke alam bawah sadar. Superego, bersama dengan id, berada di alam bawah sadar.

 Jadi superego cenderung untuk menentang, baik ego maupun id, dan membuat dunia menurut konsepsi yang ideal. Ketiga aspek tersebut meski memiliki karakteristik sendiri dalam prakteknya, namun ketiganya selalu berinteraksi secara dinamis.


Mekanisme Pertahanan Ego
 Mekanisme pertahahan ego termasuk dalam teori psikoanalisis Sigmund Freud. Timbulnya mekanisme pertahanan ego tersebut, karena adanya kecemasan-kecemasan yang dirasakan individu. Maka, mekanisme pertahanan ego terkait dengan kecemasan individu. Adapun definisi kecemasan ialah perasaan terjepit atau terancam, ketika terjadi konflik yang menguasai ego. Kecemasan-kecemasan ini ditimbulkan oleh ketegangan yang datang dari luar.
            Sigmund Freud sendiri mengartikan mekanisme pertahanan ego sebagai strategi yang digunakan individu untuk mencegah kemunculan terbuka dari dorongan-dorongan id maupun untuk menghadapi tekanan superego atas ego, dengan tujuan agar kecemasan bisa dikurangi atau diredakan.
 Mekanisme-mekanisme pertahanan ego itu tidak selalu patologis, dan bisa memiliki nilai penyesuaian jika tidak menjadi suatu gaya hidup untuk menghindari kenyataan. Mekanisme-mekanisme pertahanan ego yang digunakan oleh individu bergantung pada taraf perkembangan dan derajat kecemasan yang dialaminya.
 Lebih lanjut lagi, semua mekanisme pertahanan ego memiliki dua ciri umum, yakni (1) mereka menyangkal, memalsukan atau mendistorsikan kenyataan, dan (2) mereka bekerja secara tidak sadar sehingga orangnya tidak tahu apa yang terjadi.

Menurut Freud, sebenarnya ada bermacam bentuk mekanisme pertahanan ego yang umum dijumpai, tetapi peneliti hanya mengambil sembilan macam saja, yakni: (1) represi, (2) sublimasi, (3) proyeksi, (4) displacement, (5) rasionalisasi, (6) pembentukan reaksi atau reaksi formasi, (7) melakonkan, (8) nomadisme, dan (9) simpatisme.

Konsep alam bawah sadar Freud sering didera kritik. Kalangan behavioris, humanis dan eksistensialis oercaya bahwa:
Dorongan-dorongan dan persoalan-persoalan yang dikaitkan dengan alam bawha sadar ternyata lebih sedikit dari perkiraan Freud, Bahwa alam bawah sadar ternyata tidak serumit dan sekompleks yang dibayangkan Freud. Sebagian psikolog masa kini mengartikan alam bawah sadar dengan apa pun yang tidak perlu atau tidak ingin kita lihat. Bahkan ada teoritikus yang tidak menggunakan konsep alam bawah sadar ini sama sekali.

Teori Psikoanalisis menurut Sigmund Freud

Teori psikologi yang paling banyak diacu dalam pendekatan psikologi atau yang paling dominan dalam analisis karya sastra adalah teori Psikoanalisis Sigmund Freud. Menurut Freud, psikoanalisis ialah sebuah metode perawatan medis bagi orang-orang yang menderita gangguan syaraf. Psikoanalisis merupakan suatu jenis terapi yang bertujuan untuk mengobati seseorang yang mengalami penyimpangan mental dan saraf.

 Lebih lanjut lagi, menurut Fudyartanta psikoanalisis merupakan psikologi ketidak-sadaran, perhatian-perhatiannya tertuju ke arah bidang-bidang motivasi, emosi, konflik, simpton-simpton neurotik, mimpi-mimpi, dan sifat-sifat karakter. Psikoanalisis dikembangkan oleh Sigmund Freud ketika ia menangani neurosis dan masalah mental lainnya.


Menurut Corey, sumbangan-sumbangan utama yang bersejarah dari teori dan praktek psikoanalitik mencakup:
 (1) Kehidupan mental individu menjadi bisa dipahami, dan pemahaman terhadap sifat manusia bisa diterapkan pada peredaan penderitaan manusia.
 (2) Tingkah laku diketahui sering ditentukan oleh faktor-faktor tak sadar.
 (3) Perkembangan pada masa dini kanak-kanak memiliki pengaruh yang kuat terhadap kepribadian di masa dewasa.
 (4) Teori psikoanalitik menyediakan kerangka kerja yang berharga untuk memahami cara-cara yang digunakan oleh individu dalam mengatasi kecemasan dengan mengandaikan adanya mekanisme-mekanisme yang bekerja untuk menghindari luapan kecemasan.
 (5) Pendekatan psikoanalitik telah memberikan cara-cara mencari keterangan dari ketaksadaran melalui analisis atas mimpi-mimpi, resistensi-resistensi, dan transferensi-transferensi
 Dalam teori psikoanalisis yang dipakainya, kepribadian dipandang sebagai suatu struktur yang terdiri dari tiga unsur dan sistem, yakni Id (Das Es), Ego (Das Ich), dan Superego (Das Uber Ich). Ketiga sistem kepribadian ini satu sama lain saling berkaitan serta membentuk totalitas dan tingkah laku manusia yang tak lain merupakan produk interaksi ketiganya. Id adalah komponen biologis, ego adalah komponen psikologis, sedangkan superego merupakan komponen sosial.


Berikut akan dijelaskan lebih lanjut mengenai ketiga sistem kepribadian menurut teori psikoanalisis Sigmund Freud:

1. Id
            Id adalah sistem kepribadian yang asli atau sistem kepribadian yang paling dasar, sistem yang di dalamnya terdapat naluri bawaan. Adapun menurut Palmquist, id ialah bagian bawah sadar psikis yang berusaha memenuhi dorongan naluriah dasar. Lebih lanjut lagi menurut Corey, id merupakan tempat bersemayam naluri-naluri. Id kurang terorganisasi, buta, menuntut, mendesak, dan bersifat tidak sadar. Id hanya timbul oleh kesenangan tanpa disadari oleh nilai, etika, dan akhlak. Dengan beroperasi pada prinsip kesenangan ini, id merupakan sumber semua energi psikis, yakni libido, dan pada dasarnya bersifat seksual.
 Id adalah aspek biologis dan merupakan sistem original dalam kepribadian dan dari aspek ini kedua aspek lain tumbuh. Id hanya memburu hawa nafsunya saja tanpa menilai hal tersebut baik atau buruk. Ia merupakan bagian ketidaksadaran yang primitif di dalam pikiran, yang terlahir bersama individu.
 Id bekerja sejalan dengan prinsip-prinsip kenikmatan, yang bisa dipahami sebagai dorongan untuk selalu memenuhi kebutuhan dengan serta merta. Fungsi satu-satunya id adalah untuk mengusahakan segera tersalurnya kumpulan-kumpulan energi atau ketegangan yang dicurahkan dalam jasadnya oleh rangsangan-rangsangan, baik dari dalam maupun dari luar. Ia bertugas menerjemahkan kebutuhan satu organisme menjadi daya-daya motivasional, yang dengan kata lain disebut dengan insting atau nafsu. Freud juga menyebutnya dengan kebutuhan. Penerjemahan dari kebutuhan menjadi keinginan ini disebut dengan proses primer.
2. Ego
Ego berbeda dengan Id. Ego ialah sistem kepribadian yang bertindak sebagai pengarah individu kepada objek dari kenyataan, dan menjalankan fungsinya berdasarkan prinsip kenyataan. Adapun menurut Ahmadi, ego tampak sebagai pikiran dan pertimbangan. Ego bertindak sebagai lawan dari Id. Ego timbul karena adanya kebutuhan-kebutuhan organisme memerlukan transaksi-transaksi yang sesuai dengan dunia kenyataan.
 Ego memiliki kontak dengan dunia eksternal dari kenyataan. Ego adalah eksekutif dari kepribadian yang memerintah, mengendalikan, dan mengatur. Ego merupakan tempat berasalnya kesadaran, biarpun tak semua fungsinya bisa dibawa keluar dengan sadar.
 Ego merupakan aspek psikologis yang timbul karena kebutuhan organisme untuk berhubungan secara baik dengan dunia kenyataan. Ego dapat membedakan sesuatu yang hanya ada di dalam dunia batin dan sesuatu yang ada di dunia luar. Peran utama ego adalah menjadi jembatan antara kebutuhan insting dengan keadaan lingkungan, demi kepentingan adanya organisme.
 Menurut Bertens tugas ego adalah untuk mempertahankan kepribadiannya sendiri dan menjamin penyesuaian dengan alam sekitar. Ego juga mengontrol apa yang mau masuk kesadaran dan apa yang akan dikerjakannya. Ego menghubungkan organisme dengan realitas dunia melalui alam sadar yang dia tempati, dan dia mencari objek-objek untuk memuaskan keinginan dan nafsu yang dimunculkan id untuk merepresentasikan apa yang dibutuhkan organisme. Proses penyelesaian ini disebut dengan proses sekunder.

3. Superego
            Superego ialah sistem kepribadian yang berisikan nilai-nilai dan aturan-aturan yang sifatnya evaluatif. Ia bertindak sebagai pengarah atau hakim bagi egonya. Menurut Kartono Superego adalah zat yang paling tinggi pada diri manusia, yang memberikan garis-garis pengarahan ethis dan norma-norma yang harus dianut. Superego lebih merupakan kesempurnaan daripada kesenangan, karena itu dapat dianggap sebagai aspek moral kepribadian.
 Adapun superego menurut Palmquist, adalah bagian dari jiwa manusia yang dihasilkan dalam menanggapi pengaruh orangtua, guru, dan figur-figur otoritas lainnya pada masa anak-anak. Inilah gudang psiki bagi semua pandangan tentang yang benar dan yang salah.
            Superego adalah cabang moral atau hukum dari kepribadian. Superego merepresentasikan hal yang ideal, dan mendorongnya bukan kepada kesenangan, melainkan kepada kesempurnaan. Superego berkaitan dengan imbalan-imbalan dan hukuman-hukuman. Imbalan-imbalannya adalah perasaan-perasaan bangga dan mencintai diri, sedangkan hukuman-hukumannya adalah perasaan-perasaan berdosa dan rendah diri.





Lebih lanjut lagi, Menurut Hall dan Gardner Fungsi utama dari superego antara lain :
(1) sebagai pengendali dorongan-dorongan atau impuls-impuls naluri id agar impuls-impuls tersebut disalurkan dalam cara atau bentuk yang dapat diterima oleh masyarakat;
(2) mengarahkan ego pada tujuan-tujuan yang sesuai dengan moral ketimbang dengan kenyataan; dan
(3) mendorong individu kepada kesempurnaan. Superego senantiasa memaksa ego untuk menekan hasrat-hasrat yang berbeda ke alam bawah sadar. Superego, bersama dengan id, berada di alam bawah sadar.

 Jadi superego cenderung untuk menentang, baik ego maupun id, dan membuat dunia menurut konsepsi yang ideal. Ketiga aspek tersebut meski memiliki karakteristik sendiri dalam prakteknya, namun ketiganya selalu berinteraksi secara dinamis.


Mekanisme Pertahanan Ego
 Mekanisme pertahahan ego termasuk dalam teori psikoanalisis Sigmund Freud. Timbulnya mekanisme pertahanan ego tersebut, karena adanya kecemasan-kecemasan yang dirasakan individu. Maka, mekanisme pertahanan ego terkait dengan kecemasan individu. Adapun definisi kecemasan ialah perasaan terjepit atau terancam, ketika terjadi konflik yang menguasai ego. Kecemasan-kecemasan ini ditimbulkan oleh ketegangan yang datang dari luar.
            Sigmund Freud sendiri mengartikan mekanisme pertahanan ego sebagai strategi yang digunakan individu untuk mencegah kemunculan terbuka dari dorongan-dorongan id maupun untuk menghadapi tekanan superego atas ego, dengan tujuan agar kecemasan bisa dikurangi atau diredakan.
 Mekanisme-mekanisme pertahanan ego itu tidak selalu patologis, dan bisa memiliki nilai penyesuaian jika tidak menjadi suatu gaya hidup untuk menghindari kenyataan. Mekanisme-mekanisme pertahanan ego yang digunakan oleh individu bergantung pada taraf perkembangan dan derajat kecemasan yang dialaminya.
 Lebih lanjut lagi, semua mekanisme pertahanan ego memiliki dua ciri umum, yakni (1) mereka menyangkal, memalsukan atau mendistorsikan kenyataan, dan (2) mereka bekerja secara tidak sadar sehingga orangnya tidak tahu apa yang terjadi.

Menurut Freud, sebenarnya ada bermacam bentuk mekanisme pertahanan ego yang umum dijumpai, tetapi peneliti hanya mengambil sembilan macam saja, yakni: (1) represi, (2) sublimasi, (3) proyeksi, (4) displacement, (5) rasionalisasi, (6) pembentukan reaksi atau reaksi formasi, (7) melakonkan, (8) nomadisme, dan (9) simpatisme.

Konsep alam bawah sadar Freud sering didera kritik. Kalangan behavioris, humanis dan eksistensialis oercaya bahwa:
Dorongan-dorongan dan persoalan-persoalan yang dikaitkan dengan alam bawha sadar ternyata lebih sedikit dari perkiraan Freud, Bahwa alam bawah sadar ternyata tidak serumit dan sekompleks yang dibayangkan Freud. Sebagian psikolog masa kini mengartikan alam bawah sadar dengan apa pun yang tidak perlu atau tidak ingin kita lihat. Bahkan ada teoritikus yang tidak menggunakan konsep alam bawah sadar ini sama sekali.


sumber terkait :
Syamsu Yusuf, Teori Kepribadian (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2008) hal. 67

Sujanto, Agus. 1997. Psikologi Kepribadian. Jakarta: Bumi Aksara

Hall Calvin S., Lindzey Gardner, 1994, Teori-Teori Psikodinamik (Klinis), Yogyakarta: Penerbit Kanisius

Slamet Suprapti, Markam Sumarmo, 2003, Psikologi Klinis, Jakarta: UI Press

1 komentar: